Rabu, 11 Juni 2014

tht



LAPORAN MAGANG TEKNOLOGI HASIL TERNAK
CHICKEN KATSU




Oleh:
Hary Imam Saputra
Satriya Kukuh Santoso
Agyuri Thesa Pramuda





AKADEMI PETERNAKAN BRAHMAPUTRA
YOGYAKARTA
2014

KATA PENGATAR


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan kegiatan magang di Usaha Pembuatan Chicken Katsu ini serta dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Maksud dan tujuan penyusunan laporan ini adalah merupakan salah satu syarat dari mata kuliah Teknologi Hasil Ternak di Akademi Peternakan Brahmaputra Yogyakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1.    Bapak drh. Agus Purnomo, MP juga selaku koordinator pembimbing magang bidang THT
2.    Ibu Indah selaku Usaha Pembuatan Chicken Katsu
3.    Semua pihak yang telah membantu untuk terselesaikannya laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Harapan kami semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi mahasiswa khususnya dan pembaca pada umumnya.




Yogyakarta,  Juni 2014





                                                                                                                        Penyusun


BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk peternakan yang berupa daging, telur, dan susu dapat diolah menjadi penganan yang enak dan lezat. Olahan produk ini dapat meningkatkan selera makan dan kesukaan karena ada beberapa orang yang tidak menyukai daging, telur, bahkan susu jika dikonsumsi dalam bentuk aslinya. Tentunya hal ini akan merepotkan para ibu dalam menyajikan menu makanan di rumahnya karena itu diperlukan kemampuan masak-memasak yang dapat memadukan bumbu-bumbu di dapur dalam mengolah produk ternak hingga menjadi makan siap santap yang lezat dan menyenangkan.
Pengolahan produk – produk hasil peternakan dalam kaitannya untuk menciptakan produk bahan pangan yang aman pada proses pengolahannya selain harus bebas bahan pengawet, penggunaan bahan tambahan makanan (pewarna dan penambah cita rasa) harus menggunakan bahan – bahan yang diijinkan hal yang paling mendapat perhatian adalah higienitas yang harus selalu dijaga pada proses pengolahan. Hal ini tentunya tidak terlepas dari sifat produk hasil ternak ayng mudah mengalami kerusakan karena adanya aktivitas mikroorganisme.
Daging merupakan semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan – pengolahan tersebut yang sesuia untuk dimakan serta tidak menimbulakan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.
Chicken Katsu adalah suatu produk olahan daging yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Chicken katsu adalah salah satu pangan hasil pengolahan daging ayam yang memiliki cita rasa tertentu, biasanya berwarna kuning oranye. Biasanya daging bagian dada di filet kemudian digoreng memakai tepung roti. Dalam penyimpanannya, makanan ini memerlukan perlakuan khusus, yaitu selalu di simpan dalam kondisi beku (frozen). Hal ini karena Chicken Katsu merupakan hasil produk olahan hewani yang masuk dalam kategori mudah rusak oleh mikro organisme.
Tujuan
            Tujuan dilaksanakan magang Teknologi Hasil Ternak ini adalah agar mahasiswa mampu  mengetahui cara pembuatan chicken katsu. Serta semua proses pembuatannya dari awal hingga akhir.

Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari pelaksanaan magang ini adalah mahasiswa mendapatkan pengetahuan tentang proses pembuatan chicken katsu serta mendapatkan pengalaman kerja.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Chicken Katsu
Chiken katsu adalah ayam goreng ala jepang, aslinya makanan jepang ini bernama tonkatsu yang diciptakan pada abad ke-19. Tonkatsu adalah makanan yang sangat populer di jepang. Berbeda dengan chiken katsu yang terdiri dari daging ayam, tonkatsu terdiri dari daging babi goreng dengan roti setebal satu hingga dua sentimeter dan dipotong dalam potongan yang nyaman (fillet).
Daging Ayam
Daging ayam memiliki ciri khusus yaitu warna keputihan / merah muda , mempunyai serat daging yang halus dan panjang , konsistensi sedors diantara serat , daging tidak ada depa lemak , lemak berwarna putih kekuningan dan konsistensi lembek. (Muchtadi dan Sugiyono , 1992)
Tabel1. Komposisi Kimia Daging Ayam per 100g
Komposisi (Bagian Edible)
%
Air
74.8
Protein
43.1
Lemak
2.5
Abu
1.1
Bagian yang tak terpakai
41.6
Jumlah air yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20-30% dari berat daging dan umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es (Forrest et al., 1975). Menurut Kramlich (1971), penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi dan (4) mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan.
Garam
Penambahan garam pada produk daging olahan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa produk, melarutkan protein myosin, sebagai pengawet dan meningkatkan daya mengikat air (Pearson dan Tauber, 1984). Menurut Rust (1987), secara umum pada pembuatan sosis, jumlah garam yang ditambahkan adalah 2-3%. Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa, melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang biasa digunakan adalah 2,5% dari berat daging. Penggunan garam tergantung pada faktor luar, dalam lingkungan, pH dan suhu. Garam menjadi efektif pada suhu yang lebih asam (Buckle et al., 1987). Sedangkan bahan selanjutnya yang digunakan adalah penyedap. Umumnya penyedap digunakan sekitar 2% dari berat daging (Wibowo, 2006).
Bumbu-bumbu
Menurut Forrest et al. (1975), penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk tersebut. Bahan penyedap alami dapat ditambahkan pada produk daging olahan dalam bentuk yang belum digiling atau dilumatkan misalnya merica pada pembuatan sosis. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis. Bumbu merupakan senyawa nabati yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada pembuatan sosis terutama ditujukan untuk menambah/meningkatkan flavor (Soeparno, 1994). Menurut Forrest et al. (1975), fungsi bumbu yaitu sebagai penyedap, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai agen antioksidan.
Bawang Putih
Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan dalam makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkan dan Budiarti, 1992). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatile yang mengandung komponen sulfur. Karakteristik bawang putih akan muncul dengan sendirinya apabila terjadi pemotongan atau perusakan jaringan. Bawang putih dapat menghasilkan enzim alicin dimana enzim tersebut berperan dalam memberi aroma bawang putih serta merupakan salah satu zat aktif anti bakteri. Bawang putih memiliki jenis yang cukup banyak, namun tidak ada perbedaan yang menyolok. Senyawa allicin pada bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih juga mengandung yodium yang tinggi dan sulfur (Wirakusumah, 2000).
Tepung Tapioka
Tepung Tapioka berfungsi senagai bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk, dan dapat menekan biaya produksi. Tepung tersebut mengandung karbohidrat 86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%. Kandungan pati yang tinggi pada tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak dapat mengemulsi lemak. Pati dalam air panas dapat membentuk gel yang kental. Pati terdiri atas dua fraksi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu fraksi terlarut (amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin). Amilosa bersifat higroskopis (mudah menyerap air) sehingga mudah membentuk gel. Proporsi kandungan amilosa dan amilopektin dalam pati menentukan sifat produk olahan; makin sedikit kandungan amilosa, makin lekat produk olahannya. Interaksi antara myofibril dan gelatinisasi pati dimana molekul pati akan memenuhi ruang pada matrix myofibril. Hal ini akan memberikan struktur yang kaku dan meningkatkan gelatinisasi myofibril (Yulianti, 1999; Hidayati, 2002). Selain itu juga diasumsikan bahwa gelatinisasi pati dapat menggantikan hilangnya elastisitas otot karena degradasi  protein ketika proses rigor mortis (Purnomo and Rahardian, 2008).

Merica
SNI 01-3717-1995 menyatakan bahwa merica atau lada putih bubuk adalah lada putih (Piper ningrumlinn) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khas lada.  Biasanya penambahan lada adalah untuk menguatkan rasa yang terdapat pada makanan terutama rasa pedas.  Selain itu menurut Ting dan Diebel (1992) pada konsentrasi lebih dari 3%, lada dapat menghambat pertumbuhan Listeria monocytogeneses.


BAB III
MATERI DAN METODE
Magang dilaksanakan pada tanggal 28 Februari 2014 sampai dengan 3 Maret 2014 di Usaha Pembuatan Chicken Katsu milik Ibu Indah bertempat di Pondok Baru Permai, Blok D, Tirisan, Makam Haji, Sukoharjo.
Materi
            Materi yang digunakan dalam magang THT ini adalah daging ayam, air jeruk nipis, merica bubuk, garam, telur, susu cair, tepung terigu, tepung roti, dan minyak goreng. Alat-alat yang digunakan antara lain ; timbangan, baskom, kompor, sendok, pisau, talenan, dan penggorengan.
Metode
Metode yang digunakan dalam magang ini adalah mengikuti kegiatan pembuatan chicken katsu dari proses penyiapan, pengolahan, hingga chicken katsu siap untuk dijual. Serta mencatat alat, bahan dan proses pembuatannya.


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat-alat pembuatan chicken katsu :
1.    timbangan,
2.    baskom,
3.    kompor,
4.    sendok,
5.    pisau,
6.    talenan, dan
7.    penggorengan.
Bahan :
-          3 kg daging ayam tanpa tulang bagian dada,
-          Jeruk nipis
-          4 butir telur ayam, kocok lepas
-          100 ml susu cair
-          300 gram tepung terigu
-          500 gram tepung roti kasar ( panir)
Bumbu :
-          1 ½ sendok makan merica bubuk
-          4 sendok makan garam
-          10 siung bawang putih
-          Jahe 2 ruas jari
Cara membuat chicken katsu :
1.    Lumuri daging ayam dengan perasan air jeruk nipis, diamkan selama 15 menit lalu cuci bersih dengan air mengalir.
2.    Haluskan bawang putih, jahe, garam, dan tambahkan merica bubuk.
3.    Lumuri daging ayam dengan bumbu halus lalu simpan dalam wadah tertutup 30 menit di dalam lemari pendingin.
4.    Campur telur dan susu cair, aduk rata.
5.    Balurkan daging ayam ke tepung terigu. Celupkan kedalam campuran telur susu. Gulingkan kedalam tepung panir. Tepuk-tepuk ayam agar tepung panir menempel sempurna.
6.    Simpan di dalam kulkas selama 30 menit agar tepung panir lebih menempel.
7.    Kemudian di bungkus, setiap bungkus berisi 9 buah chicken katsu


Penjualan
Chichken katsu dipasarkan di sekitar perumahan tempat tinnggal Ibu Indah dan daerah sekitar Tirisan. Dalam pemasaran chicken katsu dikemas dalam wadah plastik mika berisi 9 buah chicken katsu di jual dengan harga Rp 18.000,00 per bungkus.


BAB V
KESIMPULAN
            Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan chicken katsu  cukup mudah dibandingkan pembuatan nugget. Pada proses pembuatan chicken katsu bagian tersulit adalah proses pemisahan daging dengan tulang (filet) karena apabila salah peotongannya akan merusak tekstur daging dan mengakibatkan bentuk chicken katsu tidak sempurna.


DAFTAR PUSTAKA

www.inforesep.com/resep-chiken-katsu.html .diakses pada tanggal 04 juni 2014
Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wooton, M. 1987. Ilmu
Pangan. Diterjemahkan oleh Hadi Purnomo dan Adiono. Universitas
Indonesia, Jakarta
Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B. Hendrick, M. D. Judge and R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H. Freeman and Co., San Fransisco
Kramlich, W.E , A.M Pearson ,F.W Tauber. 1973. Processed Meats. The Avi Publishing Company : Westport, Connecticut
Palungkun, R. dan A. Budiarti. 1992. Sweet Corn Baby Corn. Penebar Swadaya.
Jakarta
Rust, R.E. 1987. Sausage Product. In : The Science of Meat and Meat Product, 3rdEd. J. F. Price and B.S. Schweigert (Ed). Food and Nutrition Press,Inc., West Port, Conecticut
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.
Suparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakart
Wibowo, S., 2006, “Analisis Implementasi CRM pada Industri Hospitality di
Yogyakarta”
Wirakusumah, E. S., 2000. Buah dan Sayur untuk Terapi. Penebar Swadaya,
Jakarta


 

1 komentar:

  1. Tioga Titanium Elements: The Art of the World
    “Titanium babyliss pro titanium is made in titanium stud earrings India. It is made babyliss pro titanium flat iron in india and is used in various other Indian cultures, titanium solvent trap and titanium trimmer is also used as an

    BalasHapus