LAPORAN
MAGANG THT
Sosis
Daging Ayam
Oleh:
Rusdiyanto
112247
AKADEMI
PETERNAKAN BRAHMAPUTRA
YOGYAKARTA
2014
KATA
PENGATAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan kegiatan magang di Usaha
Pembuatan Sosis Daging Ayam ini serta dapat
menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Maksud dan tujuan penyusunan laporan ini adalah merupakan salah satu syarat
dari mata kuliah Tehnologi Telur Dan Hasil Sisa di Akademi Peternakan Brahmaputra Yogyakarta.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak drh. Agus
Purnomo, MP selaku Direktur Akademi
Peternakan Brahmaputra.
2. Bapak drh. Agus
Purnomo, MP juga selaku koordinator
pembimbing magang bidang THT.
3. Ibu Rini selaku Usaha Pembuatan Sosis Daging Ayam.
4. Semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya laporan ini.
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan laporan ini. Harapan kami semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat bagi mahasiswa khususnya dan pembaca pada umumnya.
Yogyakarta,
April 2014
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sosis merupakan salah satu produk
hasil olahan daging yang cukup terkenal di kalangan masyarakat. Sosis adalah
makanan yang dibuat dari daging ayam atau daging sapi yang telah dicincang
kemudian dihaluskan dan diberi bumbu-bumbu, dimasukkan ke dalam pembungkus yang
berbentuk bulat panjang yang berupa usus hewan atau pembungkus buatan, dengan
atau tanpa dimasak maupun diasapkan. Sosis mempunyai nilai gizi yang tinggi.
Komposisi gizi sosis berbeda-beda, tergantung pada jenis daging yang digunakan
dan proses pengolahannya. Produk olahan sosis kaya energi, dan dapat digunakan
sebagai sumber karbohidrat. Selain itu, sosis juga memiliki kandungan
kolesterol dan sodium yang cukup tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sosis Daging
Sosis merupakan produk emulsi yang
membutuhkan pH tinggi (diatas pH isoelektrik). Nilai pH sosis ditentukan oleh
pH daging yang dipakai dalam pembuatan sosis dan kondisi daging yang pre-rigor
(Suparno, 1998). Menurut Forrest et al (1975) Adonan sosis merupakan emulsi
minyak dalam air (oil in water) yang terbentuk dalam suatu fase koloid dengan
protein daging yang bertindak sebagai emulsifier sehingga protein air dalam
adonan sosis akan membuat matriks yang menyelubungi butiran lemak dan membentuk
emulsi yang stabil. Faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi yang
berhubungan dengan penggunaan minyak atau lemak adalah jumlah yang ditambahkan,
jenis minyak atau lemak yang ditambahkan dan titik cair dari lemak atau minyak
tersebut.
Sosis merupakan produk olahan yang
dibuat dari bahan dasar berupa daging (sapi atau ayam) yang digiling. Pada
prinsipnya semua jenis daging dapat dibuat sosis bila dicampur dengan sejumlah
lemak. Daging merupakan sumber protein yang bertindak sebagai pengemulsi dalam
sosis. Protein yang utama berperan sebagai pengemulsi adalah myosin yang larut
dalam larutan garam (Brandly, 1966). Daging yang umumnya digunakan dalam
pembuatan sosis daging yang kurang nilai ekonomisnya atau bermutu rendah
seperti daging sketal, daging leher, daging rusuk, daging dada serta
daging-daging sisa/tetelan (Soeparno, 1994). Proses perebusan yang dilakukan
pada pembuatan sosis ini dilakukan sebagai langkah terakhir untuk mendapatkan
produk sosis. Pemasakan sosis ini menurut Effie (1980) bertujuan untuk menyatukan
komponen adonan sosis, memantapkan warna dan menonaktifkan mikroba.
Kekenyalan dari sosis dipengaruhi
oleh oleh kadar air sosis, bahan pengikat sosis yaitu susu skim bubuk dan bahan
pembentuk yaitu susu skim bubuk dan tepung tapioka. Kadar air sosis menurut SNI
01-3020-1995 adalah maksimal 67.0% bobot basah. Kadar air yang dihasilkan
berasal dari air yang ditambahkan atau dari bahan-bahan yang ditambahkan dengan
kandungan air yang tinggi.
Daging Ayam
Daging ayam memiliki ciri khusus
yaitu warna keputihan / merah muda , mempunyai serat daging yang halus dan
panjang , konsistensi sedors diantara serat , daging tidak ada depa lemak ,
lemak berwarna putih kekuningan dan konsistensi lembek. (Muchtadi dan Sugiyono
, 1992)
Tabel1. Komposisi Kimia Daging Ayam per 100g
Komposisi (Bagian Edible)
|
%
|
Air
|
74.8
|
Protein
|
43.1
|
Lemak
|
2.5
|
Abu
|
1.1
|
Bagian yang tak terpakai
|
41.6
|
Jumlah air yang umumnya ditambahkan
dalam pembuatan sosis adalah 20-30% dari berat daging dan umumnya air yang
ditambahkan dalam bentuk es (Forrest et al., 1975). Menurut Kramlich
(1971), penambahan air dalam bentuk es atau air es bertujuan untuk (1) melarutkan
garam dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh bagian massa daging, (2)
memudahkan ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi dan
(4) mempertahankan suhu daging agar tetap rendah selama penggilingan dan
pembuatan adonan.
Garam
Penambahan garam pada produk daging
olahan bertujuan untuk meningkatkan cita rasa produk, melarutkan protein
myosin, sebagai pengawet dan meningkatkan daya mengikat air (Pearson dan
Tauber, 1984). Menurut Rust (1987), secara umum pada pembuatan sosis, jumlah
garam yang ditambahkan adalah 2-3%. Garam berfungsi untuk memperbaiki citarasa,
melarutkan protein dan sebagai pengawet. Konsentrasi garam yang biasa digunakan
adalah 2,5% dari berat daging. Penggunan garam tergantung pada faktor luar,
dalam lingkungan, pH dan suhu. Garam menjadi efektif pada suhu yang lebih asam
(Buckle et al., 1987). Sedangkan bahan selanjutnya yang digunakan adalah
penyedap. Umumnya penyedap digunakan sekitar 2% dari berat daging (Wibowo,
2006).
Sodium Erythorbate
Menurut Forrest et all (1975) ,
Sodium Erythorbate adalah antioksidan yang merupakan garam sodium dari garam
erythorbate berbentuk Kristal , dalam keadaan kering bersifat non reaktif
tetapi dalam air mudah bereaksi dengan oksigen atmosfir serta dengan agen lain
yang dapat mengoksidasi. Sifat tersebut menyebabkan bahan ini bermanfaat
sebagai antioksidan. Bahan ini berfungsi untuk mengontrol dan mempercepat warna
cerah pada daging.
Menurut Soeparno (1992) Sodium
Erythorbate digunakan sebagai campuran curing untuk mempercepat pembentukan
warna daging curing. Aksi senyawa ini adalah mereduksi NO2 menjadi
nitrit oksida yang kemudian bereaksi dengan pigmen mioglobin daging dan
membentuk nitrit oksida mioglobin yang terbentuk berwarna merah kemudian dengan
adanya pemanasan membentuk nitrosilhemokrom sehingga berwarna merah muda
stabil.
Lemak
Menurut Acton dan Saffle (1970),
lemak dapat memepengaruhi kestabilan emulsi. lemak menghailkan fase dispersi
(diskontinue) dari emulsi daging sehingga lemak merupakan komponen struktural
utama. Lemak yang mengandung asam lemak jenuh lebih mudah diemulsi daripada asam
lemak tak jenuh. Menurut Sulzbacher (1973), penggunaan lemak cair (minyak) pada
produk daging olahan dapat menghasilkan emulsi daging yang lebih stabil
daripada minyak padat. Sosis masak harus mengandung lemak maksimum 30%.
Bahan Pengikat (Filler) dan Bahan Pengisi (Binder)
Menurut Kramlich (1971) penambahan
bahan pengikat dan bahan pengisi berfungsi untuk menarik air, memberi warna
khas, membentuk tekstur yang padat, memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan
penyusutan waktu pemasakan, memperbaiki cita rasa dan sifat irisan. Bahan
pengikat air dibedakan berdasarkan kadar proteinnya. Bahan pengikat mengandung
protein yang tinggi, sedangkan bahan pengisi pada umunya mengandung karbohidrat
saja. Bahan pengikat dan pengisi yang umumnya digunakan adalah susu skim,
tepung terigu, tepung beras, tepung tapioka, tepung kedele, tepung ubi jalar,
tepung roti dan tepung kentang. Penambahan tepung ke dalam produk olahan daging
berfungsi sebagai binding, shaping, dan extender serta
berperan untuk mengurangi biaya produksi dalam pengolahan produk olahan daging.
Bahan pengisi adalah bahan yang ditambahkan dalam proses pembuatan produk
olahan daging yang harus mempunyai kemampuan mengikat sejumlah air (Ranken,
2000).
Tepung Tapioka
Tepung Tapioka berfungsi senagai
bahan pengisi serta berfungsi memperbaiki atau menstabilkan emulsi,
meningkatkan daya mengikat air, memperkecil penyusutan, menambah berat produk,
dan dapat menekan biaya produksi. Tepung tersebut mengandung karbohidrat
86,55%, air 13,12%, protein 0,13%, lemak 0,04%, dan abu 0,16%. Kandungan pati
yang tinggi pada tepung membuat bahan pengisi mampu mengikat air tetapi tidak
dapat mengemulsi lemak. Pati dalam air panas dapat membentuk gel yang kental.
Pati terdiri atas dua fraksi yang tidak dapat dipisahkan, yaitu fraksi terlarut
(amilosa) dan fraksi tidak terlarut (amilopektin). Amilosa bersifat higroskopis
(mudah menyerap air) sehingga mudah membentuk gel. Proporsi kandungan amilosa
dan amilopektin dalam pati menentukan sifat produk olahan; makin sedikit kandungan
amilosa, makin lekat produk olahannya. Interaksi antara myofibril dan
gelatinisasi pati dimana molekul pati akan memenuhi ruang pada matrix
myofibril. Hal ini akan memberikan struktur yang kaku dan meningkatkan
gelatinisasi myofibril (Yulianti, 1999; Hidayati, 2002). Selain itu juga
diasumsikan bahwa gelatinisasi pati dapat menggantikan hilangnya elastisitas
otot karena degradasi protein ketika proses rigor mortis (Purnomo and
Rahardian, 2008).
Bumbu-bumbu
Menurut Forrest et al.
(1975), penyedap adalah berbagai bahan baik sendiri maupun kombinasi yang
ditambahkan pada pembuatan suatu produk yang dapat menambah rasa pada produk
tersebut. Bahan penyedap alami dapat ditambahkan pada produk daging olahan
dalam bentuk yang belum digiling atau dilumatkan misalnya merica pada pembuatan
sosis. Garam dan merica merupakan bahan penyedap utama dalam pembuatan sosis.
Bumbu merupakan senyawa nabati yang dapat dimakan. Penambahan bumbu pada
pembuatan sosis terutama ditujukan untuk menambah/meningkatkan flavor
(Soeparno, 1994). Menurut Forrest et al. (1975), fungsi bumbu yaitu
sebagai penyedap, penambah karakteristik warna atau pola tekstur serta sebagai
agen antioksidan.
Bawang Putih
Bawang putih merupakan bahan alami
yang biasa ditambahkan dalam makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang
khas guna meningkatkan selera makan (Palungkan dan Budiarti, 1992). Bau yang
khas dari bawang putih berasal dari minyak volatile yang mengandung komponen
sulfur. Karakteristik bawang putih akan muncul dengan sendirinya apabila terjadi
pemotongan atau perusakan jaringan. Bawang putih dapat menghasilkan enzim
alicin dimana enzim tersebut berperan dalam memberi aroma bawang putih serta
merupakan salah satu zat aktif anti bakteri. Bawang putih memiliki jenis yang
cukup banyak, namun tidak ada perbedaan yang menyolok. Senyawa allicin pada
bawang putih merupakan penyebab timbulnya bau yang sangat tajam. Bawang putih
juga mengandung yodium yang tinggi dan sulfur (Wirakusumah, 2000).
Merica
SNI 01-3717-1995 menyatakan bahwa merica atau lada putih bubuk adalah lada
putih (Piper ningrumlinn) yang dihaluskan, mempunyai aroma dan rasa khas
lada. Biasanya penambahan lada adalah untuk menguatkan rasa yang terdapat
pada makanan terutama rasa pedas. Selain itu menurut Ting dan Diebel
(1992) pada konsentrasi lebih dari 3%, lada dapat menghambat pertumbuhan Listeria
monocytogeneses
BAB III
MATERI DAN METODE
Magang THT ini
dilaksanakan pada tanggal 2 April 2014 sampai 5 April 2014 di Usaha pembuatan sosis ayam milik ibu Rini yang
berlokasi di Morangan, Kecamatan Mojosongo, Kabupaten Boyolali.
Materi
Materi
yang digunakan dalam magang THT ini adalah Sosis yang terbuat dari daging ayam
yang sudah di giling halus dan di campur dengan bumbu-bumbu Bawang putih,
garam, merica, air dan es batu, tepung tapioka serta Bumbu penyedap. Alat-alat
yang digunakan antara lain Meat Mincer, food processor, pisau, talanan,
kompor, panci, wadah, piring, penggorengan, stuffer, selongsong, timbangan
digital, dan sendok.
Metode
Metode yang
digunakan dalam magang ini adalah Mengikuti kegiatan pembuatan
sosis dari daging ayam dan mencatat alat, bahan serta cara pembuatan sosis dari
daging ayam.
BAB IV
Hasil Dan
Pembahasan
Alat-alat Pembuatan Sosis Daging ayam:
1.
Meat Mincer
Alat ini digunakan untuk menggiling
daging tanpa tulang yang terdiri dari beberapa bagian seperti hopper , screw ,
saringan dan mata pisau.,
2.
Pisau
3.
Talanan,
4.
Kompor,
5.
Panci,
6.
Wadah,
7.
Piring,
8.
Penggorengan,
9.
Stuffer,
Alat ini merupakan alat yang paling
utama dalam pembuatan sosis. Alat ini akan membentuk adonan sosis menjadi padat
dan memanjang dengan ukuran tertentu lalu diisikan ke dalam casing untuk
membuat untaian produk sosis. Proses ini berjalan secara otomatis dan berlanjut
/ kontinyu sepanjang persediaan adonan daging.
10. Selongsong,
11. Timbangan digital, dan sendok.
Bahan bahan yang harus disiapkan
adalah:
- 1 kg daging ayam potong segar tanpa tulang (fillet ayam)
- 12 siung bawang putih dihaluskan.
- 100 gram es batu
- 200 ml air es
- 2 sdt garam (bisa disesuaikan dengan selera)
- 2 sdt merica bubuk
- 100 gram tepung tapioka
Cara membuatnya sangat mudah:
•
Haluskan fillet ayam segar dengan Meat Mincer atau blender bersama-sama dengan es batu dan air es.
- Setelah terlihat halus, masukan bawang putih yang telah dihaluskan, merica bubuk dan tepung tapioka, sambil terus diblender sampai rata.
- Lalu masukan adonan daging ayam potong segar tersebut ke dalam plastik sosis (anda dapat membelinya di pasar), lalu ikat kedua ujungnya.
- Kukus sosis mentah dengan api sedang selama kurang lebih 20 menit hingga matang
- Waktu mengukus sosis jangan ditutup rapat agar sosis tidak pecah.
- Setelah matang dinginkan dulu sosisnya,
Penjualan
Target dari penjualan produk sosis
ini adalah mulai dari kalangan anak-anak hingga dewasa hal ini disebabkan
karena rasa yang dimiliki oleh sosis adalah gurih, yang merupakan rasa khas
dari bumbu sosis dan dari. Segmentasi pasar pada produk sosis ini adalah Para
Penjual Sosis Keliling.
KESIMPULAN
Pembuatan sosis sangat mudah dan
praktis, tetapi tetap harus memperhatikan emulsi dan formula bahan-bahan yang
digunakan, agar memperoleh hasil yang baik, baik dari segi aroma, warna,
kekenyalan dan rasanya.
DAFTAR PUSTAKA
Acton JC, RL Saffle. 1970. Stability
of oil in water emulsion. J. Food Sci. 35(6): 852-854
Brady, P.L., F.K. McKeith, dan M.E.
Hunecke. 1985. Comparison of sensory and instrumental texture profile
techniques for the evaluation of beef and beef-soy loaves. J. Food Science. 50 :
1537-1539.
Brandly, P.J., Migaki G., Taylor
K.E. 1966. Meat Hygiene, 3rdEdit. Lea and Febiger, Philadelphia.
Effie. 1980. Pembuatan Sosis Ikan
Cucut (Centroscymus coelolepsi). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Forrest, J. C., E. D. Aberle, H. B.
Hendrick, M. D. Judge and R. A. Merkel. 1975. Principles of Meat Science. W. H.
Freeman and Co., San Fransisco.
Kramlich, J. E. 1971. Sausage
Product Technology. In The Science of Meat and Meat Product. J. E. Price and B.
S. Schweigert Edit. W. H. Freeman and Colletotrichum., perilaku disruptif:485.
Muchtadi D. 1989. Evaluasi Nilai
Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Perguruan
Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Ockerman HW. 1983. Chemistry of Meat
Tissue, 10th Ed. Dept. Of Animal science. The Ohio State University
and The Ohio Agricultural Research and Development Center, Ohio.
Ranken, M.D. 2000. Meat Product
Technology. Blackwell Science Ltd., United Kingdom.
Schmidt GR. 1988. Processing. In
: Meat Scienci, Milk Science and Technology. HR Cross and AJ Overby (Ed.)
Elsevier Science Publ., Amsterdam.
Soeparno. 1994. Ilmu dan
Teknologi Daging. UGM Press, Yogyakarta.
Sulzbacher WL. 1973. Meat emulsions.
J. Sci. Food Agr. 24(5): 589-595.
Suparno. 1998. Ilmu dan Teknologi
Daging. UGM Press, Yogyakart
Tidak ada komentar:
Posting Komentar